Mungkin sudah sering mendengar hal-hal yang menyedihkan dari teman / rekan anda yang berprofesi sebagai software developer atau lebih familiar dengan istilah programmer. Seolah hidupnya tidak menyenangkan dan penuh tekanan hingga tak sedikit orang yang tidak mau jadi software developer / programmer bahkan sarjana komputer / teknik informatika sekalipun. Hmm.. ya wajar, karna banyak software developer yang diperlakukan:


Semua harus sama
Setiap programmer dituntut untuk memiliki kemampuan yang sama agar bisa diukur secara tepat. Setelah diukur dan dibandingkan satu sama lain, kita bisa buang programmer yang jelek dan ganti dengan yang baru yang kemampuannya lebih bagus. Software developer tidak dipandang lagi sebagai manusia yang memiliki keunikan.


Harus lembur
Lembur menjadi hal yang dianggap wajar bagi software developer tak sedikit yang menganggap lembur adalah resiko pekerjaan sebagai "buruh ngoding". Tak sedikit software developer sakit karena lembur hingga kurang istirahat. Si manager menggunakan triknya dengan bilang ke developernya kalau ga lembur dan deadline gak kecapai maka uang proyek dari klien tidak akan cair, otomatis developer gak dapat bonus atau bahkan bisa terancam ga dapat gaji hingga akhirnya developer gak punya pilihan lain selain lembur. Tapi justru gara-gara lembur, developer nya malah jatuh sakit sampe tidak bisa bekerja dan deadline tetap tidak tercapai. Lagi-lagi yang salah adalah developernya karena tidak bisa menjaga kesehatannya.


Jangan sampai resign
Saya masih dengar software developer yang dikontrak dengan tenggat waktu tertentu (umunya 1 tahun) dan tidak boleh resign selama kontrak, kalau resign ya harus bayar denda. Tapi si manager / perusahaan berhak memecat software developer secara sepihak. Aturan dibuat sedemikian rupa agar si developer tidak resign. Si manager sadar kalau ganti-ganti programmer itu bisa menghambat pengembangan perangkat lunak. Mengajukan resign dengan alasan "tidak mau lembur" sudah pasti akan ditolak. Hanya punya 2 pilihan : terpaksa kerja sampai kontrak habis atau kerja malas-malasan agar dipecat sepihak dengan mengorbankan integritasnya dan resiko namanya dijelekkan oleh perusahaan.


Bisa segalanya

Mungkin kamu pernah baca lowongan kerja bagi software developer / programmer dengan kualifikasi yang harus menguasai banyak sekali teknologi / tool tak sedikit lintas keahlian tapi gaji mendekati UMR. Ini kadang jadi bahan guyonan "otak profesor gaji buruh". Tak sedikit manager memaksakan developer untuk mengikuti banyak training dengan tujuan bisa segalanya. Akhirnya developer hanya fokus ke tool, tidak ada kreatifitas tidak paham bagaimana membuat produk yang bisa dicintai user tidak tau bagaimana berkolaborasi dengan orang lain. Dalam hal ini software developer sudah dianggap sebagai operator tool saja.


Sempurna
Software developer itu seberusaha mungkin jangan melakukan kesalahan (dibaca: tidak boleh salah). Mereka dituntut sempurna dalam pekerjaannya. Salah sedikit bisa mengurangi penilaian, tak jarang kalau disalahin. Developer kerap dianggap sebagai ujung permasalahan. Proyek molor gara-gara developer tidak bisa mengembangkan software yang sempurna sesuai keinginan user. Gak ada pernah ada yang peduli apa penyebabnya, yang penting developer itu harus bikin produk yang sempurna karna dianggap sudah ahli.


Dan mungkin masih banyak lagi kisah memilukan yang pernah anda dengar dari Software Developer. Jika menemukan lingkungan kerja software developer seperti yang diceritakan diatas (atau lebih memilukan) dan anda memiliki rasa kemanusiaan maka harusnya anda lebih menghargai profesi software developer dan tergerak untuk melakukan perubahan. Atau anda akan cari aman dan menyerah dengan keadaan?

Saatnya bersama membentuk lingkungan kerja yang memanusiakan manusia. Kunjungi artikel ini

0 comments:

Posting Komentar

Terimakasih dan jangan sungkan untuk berdiskusi atau memberikan saran di kolom komentar.

 
Top